Sabtu, 14 Maret 2009

Menelusuri Kerajaan Nagaratengah

Kamis, 30 Oktober 08 - Dedi Hendradi

DI sela kelelahan kerja, istri saya "hariweusweus" katanya ada tamu, pemuda jangkung, berkulit hitam, bicara logat jawa medok nanyakan saya, sayapun kerung, rasanya belum pernah kenal dengan orang yang digambarkan istri saya tadi, namun tandatanya besar tadi terjawab, ketika keesokan paginya, pemuda itu datang, memang benar, jangkung hitam dan jawa medok, persis seperti gambaran tadi, dia memperkenalkan diri dengan nama : Agus Mulyana, asli kelahiran Cipongpok Cineam dan dibesarkan di Madiun Jatim, lalu dengan fasih menyebut beberapa nama yang sebagian saya kenal baik sebagai baraya. Walhasil, acara perkenalan pun tidak berlangsung lama, Agus mengutarakan minatnya untuk menelusuri Nagaratengah, dan akan menempatkannya sebagai bagian dari sejarah.

Saya memang punya maksud yang sama, tetapi keterbatasan waktu, dan kondisi fisik yang mulai sulit diajak kompromi, menyebabkan maksud itu hanya tinggal rencana, dengan hadirnya Agus saya merasa punya energi baru, maka disusunlah rencana penelusuran Nagaratengah sebagai sebuah kerajaan yang beribukota di wilayah Cineam.

Langkah awal dimulai dengan menginventarisir narasumber dan data, beberapa tokoh dijaring diantaranya, Ating Tanu (Alm), Bapak Jotong (Alm) dan Bapak Jayadinata (alm) melalui anak cucunya yang masih ada, dirasakan masih kurang, beberapa nama dan alamat yang berlokasi disekitar bekas kerajaan Nagaratengah dicatat untuk dihubungi.

Bukanlah hal yang mudah melakukannya, mengingat nara sumber sudah meninggal, kerja keras Agus membuahkan hasil dengan membawa sebuah buku hasil karya Ating Tanu dalam bentuk dangding yang merupakan saduran dari "BUK NAGARATENGAH"

Kakek Alm Ating Tanu adalah seorang Kepala Desa yang bertubuh tinggi besar, masyarakat memanggilnya dengan Kuwu Jangkung, beliau menyimpan sebuah buku kuno yang berjudul Buk Nagaratengah, yang tersimpan dalam peti, dan kalau mau dibuka harus menempuh upacara ritual. dari sinilah Ating Tanu menyusunnya dalam bentuk dangding dan saya yakin sangat sulit bagi sastrawan abad 21 untuk melakukannya.

Sedangkan Bapak Jotong menyusun dalam bentuk tulisan pendek yang memperkuat apa yang ditulis oleh Bapak Ating Tanu, tulisan-tulisan Bapak Jotong sebagian sudah hilang hanya tersisa beberapa, isi tulisan Bapak Jotong lebih mengarah kepada tradisi bertani masyarakat Nagaratengah sesuai dengan profesi beliau yang mantan Pegawai Dinas Pertanian.

Lain lagi dengan Bapak Jayadinata, beliau tidak membuat tulisan, namun selalu menuturkan dengan fasih tanpa terlewat tentang Nagaratengah, 'Kuwu Hormat" Desa Rahayu tahun 50 an ini disamping mengetahui silsilah raja-raja Nagaratengah juga roman sejarah seperti cerita Yogaswara, leuwi biuk dsb.

Sebagai pendukung, ada sebuah roman berbahasa sunda yang diutulis oleh R. Memed, seorang menak Sukapura dengan judul Mantri Jero, sebuah sempalan dari sejarah Nagaratengah yang menyebutkan nama-nama tempat yang sampai sekarang masih ada, diantaranya Leuwi Panereban di sungai Cikembang, batas Kecamatan Cineam dan Manonjaya, tepat dibawah jembatan, ditempat ini Yogaswara "diadili" atas tuduhan "ngalambang sari" dengan selir Raja (tentang hal ini Insya Allah akan saya sajikan dalam tulisan tersendiri), disamping itu Majalah Sunda Mangle juga pernah memuat sebuah cerita bersambung tentang Leuwi Biuk, cerita tentang Raja Nagaratengah yang dipenggal kepalanya oleh Raja Mataram karena mengirim upeti "barang bekas" tapi kepala Raja Nagaratengah berbau wangi dan dikuburkan di Mataram, jasadnya dibawa pulang ke Nagaratengah dan dimandikan disebuah leuwi.

Kesulitan otentifikasi data, sangat terasa mengingat tidak ada peninggalan dalam bentuk prasasti, patung, artefak dan benda bersejarah lainnya, hal ini disebabkan karena :

  • Nagaratengah merupakan kerajaan Islam bukan Hindu, sehingga tidak dimungkinkan membuat patung dsb. yang diharamkan oleh ajaran Islam.

  • Paska Ekspansi Mataram, Nagaratengah memindahkan pusat pemerintahan ke Imbanagara sekarang, sedangkan bekas-bekas kerajaan di Cineam dihancurkan oleh tentara Mataram.

  • Buk Nagaratengah yang asli, menurut cerita Bapak Ating Tanu pernah dipinjam oleh Bupati Ciamis tahun 30an dan sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya.

Sekalipun demikian, dengan semangat muda yang dimiliki Agus dan antusias masyarakat Cineam untuk mengungkap keberadaan Nagaratengah akhirnya dapat disusun sejarah Nagaratengah yang secara ringkas pernah dimuat di Priangan beberapa waktu lalu.

Harapan saya, bagi yang memiliki data lain tentang sejarah Nagaratengah dimohon untuk berkenan menghubungi Saung Seni Awi Hideung di Kampung Ciriri Desa Cijulang Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya.

Terimakasih, Sampurasun ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar